PERANG DAN DIPLOMASI DALAM ISLAM
URAIAN TAKTIK DAN SIASAT MUHAMMAD SAW BESERTA LUKISAN PRIBADI DAN CITA-CITANYA
OLEH BAHRUM RANGKUTI
Rasulullah SAW pun teruslah maju bersama-sama prajurit-prajurit Islam. Orang-orang Yahudi memperkuat pertahanannya, dan mereka mulai berjuang dan diikuti oleh kaum wanita Yahudi.
Kebetulan beberapa orang Islam pda waktu itu sedang duduk di dinding benteng orang Yahudi. Seorang perempuan Yahudi yang melihat ini, menjatuhkan batu besar kepada mereka, sehingga tewaslah seorang yang bernama Chalad. Orang-orang Islam mengepung benteng itu beberapa hari lamanya, dan akhirnya orang-orang Yahudi merasa, bahwa mereka tidak sanggup bertahan lebih lama lagi. Kemudian kepala-kepala mereka menyampaikan kepada Rasulullah SAW, seraya bermohon kepadanya mengutus Abu Lubaba seorang kepala suku Yahudi Aus di Medinah, yang berhubungan dengan Banu Quraidzah. Mereka ingin bermusyawarah dengan Abu Lubaba tentang cara perdamaian. Rasulullah SAW lalu mengutus Abu Lubaba kepada orang Yahudi, yang bertanya: “apakah tidak lebih baik mereka meletakkan senjata dan menerima putusan-putusan Rasulullah SAW”. Abu Lubaba mengatakan “bahwa seharusnyalah mereka berbuat begitu”. Tetapi ditunjukkannya juga dengan isyarat kepada orang Yahudi itu, bahwa hukuman mereka tentulah hukuman mati.
Rasulullah SAW sama sekali tidak ada menerangkan tentang cara hukuman mati terhadap orang Yahudi itu. Tetapi Abu Lubaba hanyalah menduga-duga saja. Itulah sebabnya orang-orang Banu Quraidzah itu tidak ingin menerima cara keputusan Rasulullah SAW. Andaikan ada yang menerimanya, tentulah hukuman yang seberat-beratnya bagi mereka yakni mereka dikeluarkan dari Medinah. Tetapi sudah nasib buruk mereka, menolak keputusan Rasulullah SAW. Orang-orang Banu Quraidzah itu berkata pula, bahwa mereka lebih suka menerima cara keputusan Sa’ad bin Muadh, kepada suku Aus. Mereka akan menyetujui setiap macam hukuman yang dijalankannya.
Disamping itu, terbit pula pertikaian diantara orang-orang Yahudi sendiri. Beberapa daripada mereka mengatakan, bahwa memang orang-orang Yahudi telah menodai perjanjiannya dengan orang-orang Islam. Sebaliknya sikap orang Islam menunjukkan, bahwa mereka jujur dan setia dan agama mereka juga agama Islam. Amr bin Sa’di, salah seorang kepala Yahudi menyalahkan Banu Quraidzah benar. Maka mereka, yakni orang-orang Yahudi yang berfikir demikian, lalu masuk Quraidzah dengan berkata: “Benarlah kita sekalian telah memecahkan perjanjian yang telah kita buat dengan orang-orang Islam. Kita telah melakukan perbuatan yang berkhianat. Satu-satu jalan bagi kita sekarang ialah masuk Islam atay membayar djizyah”.
Mereka berkata: “Kami tidak akan masuk Islam, dan juga tidak akan membayar djizyah, dan mati jauh lebih baik dari membayar djizyah”.
Amr menjawab, bahwa dalam hal begitu dia tidak dapat berkata apa-apa lagi, lalu dia meninggalkan benteng Banu Quraidzah. Muhammad bin Maslamah salah seorang panglima perang pasukan Islam, melihat Amr dan bertanya kepdanya, siapakah dia sebenarnya. Sesudah Muhammad bin Maslamah mengetahui keterangan yang diperlukan tentang Amr, diberikannya izin kepada orang Yahudi itu pergi dengan damai. Amr mendoa kepada Tuha, mudah-mudahan ada padanya kesanggupan memperbaiki kesalahan bangsanya. Sebaliknya Muhammad bin Maslamah mendoa pula kepada Allah SWT bahwa terus menerus dapat dia memaafkan orang seperti Amr, oleh sebab memang menjadi kewajiban moril orang-orang Islam, membantu orang yang telah mendapat jalannya kembali. Bila Rasulullah SAW mendengar apa yang telah dilakukan oleh Muhammad bin Maslamah, amatlah dipujikannya tindakan itu.
Kecondongan untuk menerima keputusan Rasulullah SAW dalam perkara pengkhianatan orang-orang Yahudi, hanyalah dinyatakan oleh beberapa orang Yahdui. Sebagai suatu kaum mereka menolak menerima sesuatu penyelesaian dari pihak Rasulullah SAW dan bahkan meminta Sa’ad bin Mu’adh yang akan menggantikan keputusan Rasulullah SAW. Nabi menerima permintaan mereka itu, dan menyampaikan pesan kepada Sa’ad, yang sedang berbaring luka-luka, supaya dia dating dan memberikan keputusannya dan diumumkannya pula, maka orang-orang Aus, yang menjadi sekutu selamanya ini dari Banu Duraidzah, berlari-lari kepada Sa’ad dan mendesak kepadanya supaya memberikan keputusan, yang akan menguntungkan Banu Quraidzah.
Orang-orang Chazradj, kata mereka, selamanya berusaha membantu orang-orang Yahudi, yang bersekutu dengan mereka. Maka kewajiban Sa’ad sekarang ialah menolong orang-orang Yahudi yang bersekutu dengan kabilahnya.
Sa’ad naik kuda ke Banu Quraidzah, diiringkan beberapa orang sukunya sendiri, menegaskan kepada Sa’ad supaya jangan menghukum Banu Quraidzah. Apa yang dikatakan Sa’ad sebagai jawaban ialah, bahwa orang yang harus memutuskan suatu perkara memegang sesuatu amanat sebenarnya. Dan itulah sebabnya, harus dia menjalankan dan memelihara amanat itu sebaik-baiknya.
“Saya akan member keputusan saja, dengan memperhatikan segala sesuatu, dan sedikitpun tidak akan merasa takut atau menunjukkan kecondongan kepada salah satu partai”, demikian Sa’ad akhirnya. Bila Sa’ad sampai di benteng Yahudi, dilihatnya Banu Quraidzah berkelompok-kelompok di dekat dinidng benteng, seraya menunggunya. Di pihak yang lain dilihatnya orang-orang Islam: “Apakah tuan-tuan sudi menerima keputusan saya?” orang-orang Islampun berkata “Ya”.
Keputusan Sa’ad sesuai dengan Bibel
Seraya berpaling kepada orang-orang Banu Quraidzah, Sa’adpun mengemukakan soal yang sama, dan mereka juga mengiyakan pertanyaan Sa’ad itu. Kemudian Sa’ad menunjuk ketempat duduknya Rasulullah SAW dan bertanya, apakah mereka yang berpihak kepada Rasulullah SAW akan dapat menyetujui keputusannya. Maka Rasulullah SAW menjawab “Ya”.
Dan Sa’adpun memberikan keputusannya selaras dengan ayat-ayat berikut sebagai termaktub di dalam Bibel:
“Arkian maka apabila kamu menghampiri salah sebuah negeri yang hendak kau serang, maka serukanlah perdamaian kepada kota itu. Dan jika kota itu menjawab seruan perdamaian dan dibukakannya pintu gerbang kepadamu, maka sekalian orang yang ada di dalam kota itu hendaklah membayar upeti kepada kamu, dan haruslah mereka dan mengabdi kepadamu. Tetapi jikalau kota itu tidak ingin berdamai dengan kamu, malah hendak melibat kamu dalam peperangan, maka hendaklah kamu kepung kota itu. Dan bila Tuhanmu menyerahkan kota itu ketanganmu, hendaklah kamu bunuh semua orang lelaki didalmnya dengan mata pedang. Tetapi perempuan-perempuan, dan anak-anak, dan hewan ternak dan segala harta di dalam negeri itu, bahkan semua barang jarahannya, hendaklah kamu rampas untuk dirimu sendiri, dan kamu makanlah barang jarahan daripada musuhmu itu, yang telah dikaruniakan oleh Tuhan kepadamu. Demikian jugalah hendaknya kamu lakukan terhadap segala yang telah diberikan Tuhanmu kepadamu sebagai warisan, dan janganlah kamu hidupkan barang sesuatu isinya yang bernafas. Tetapi haruslah kamu binasakan seluruhnya orang-orang Heti dan Amori dan Kanani dan Ferizi dan Hevi dan Jebusi, seperti firman Tuhan kepadamu. Suoaya janganlah mereka ajarkan kepada kamu berbuat segala perkara kebencian, apa yang telah mereka lakukan kepada Dewa-Dewa mereka; maka dengan begitu kamupun akan berdosalah kepada Tuhanmu”. (Kitab Ulangan XX:10-18)
Maka menurut ajaran Bibel di atas ini, jika orang-orang Yahudi yang menang dalam peperangan dan Rasulullah SAW yang kalah, semua orang Islam akan dibunuh oleh orang-orang Yahudi. Dari sejarahpun kita ketahui, bahwa inilah sebenarnya maksud orang-orang Yahudi itu. Atau sekurang-kurangnya mereka akan menewaskan semua lelaki muslim, dan memperbudak wanita dan anak-anak muslim, serta merampas harta kepunyaan orang-orang Islam, tegasnya apa yang didasarkan dalam Kitab Ulangan itu bagi bangsa-bangsa yang bermusuhan.
Sa’ad adalah sahabat Banu Quraidzah. Sukunyapun bersekutu dengan Banu Quraidzah. Maka bila dilihatnya, bahwa orang-orang Yahudi menolak keputusan Rasulullah SAW, jang sebenarnya amat ringan, yakni pengusiran mereka dari daerah Medinah, lalu Sa’adpun memutuskan menghukum orang-orang Yahudi, sesuai dengan apa yang telah didasarkan oleh Musa as dalam Taurat.
Tegasnya, tanggungjawab untuk hukuman itu, bukanlah terletak pada Nabi Muhammad SAW atau pada umat Islam, tetapi pada Musa as dan pelajarannya dan juga pada orang-orang Yahudi sendiri, yang telah memperlakukan umat Islam dengan kejam.
Namun banyaklah pengarang Barat, yang menyalahkan nabi Muhammad SAW tentang hukuman terhadap Banu Quraidzah, dan merekapun mengatakan pula, nabi amat kejam kepada orang-orang Yahudi. Tetapi jika Rasulullah SAW kejam terhadap orang Yahudi, mengapakah dia tidak kejam terhadap bangsa-bangsa lain?
Ada berbagai keadaan musuh-musuh Islam meminta ampun dan belas kasihan Rasulullah SAW dan belum pernah mereka tidak dimaafkan oleh Muhammad SAW.
Sesudah habis peperangan Chandaq, maka Rasulullah SAW menerangkan, bahwa pada waktu itu orang-orang kafir tidak lagi akan menyerang umat Islam, bahkan sebaliknya orang Islamlah kini yang akan mengadakan serangan ofensif terhadap suku-suku dan partai-partai, yang selamanya ini menyerang dan menganiaya umat Islam. Apa yang dikatakan oleh Rasulullah SAW itu bukanlah ancaman kosong. Di dalam peperangan Chandaq, sebenarnya orang-orang suku Arab yang bergabungan itu, tidak banyak menderita kekalahan. Hanya beberapa orang daripada mereka yang tewas. Selanjutnya dalam masa setahun, tentulah mereka akan dating lagi dan menyerang Medinah dengan persediaan-persediaan yang lebih baik. Bahkan dapat mereka mengumpulkan tentara sampai 50.000 orang. Bahkan tentara berjumlah 100 sampai 150.000 orang bukanlah di luar kesanggupan mereka. Dan selama lebih daripada 20 tahun, musuh-musuh Islam telah berusaha akan melenyapkan Islam dan umat Islam dari permukaan bumi. Tetapi kegagalan demi kegagalan usaha mereka itu, rupanya telah menguncang kepercayaannya. Mulailah merea takut, bahwa apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, jangan-jangan benar dan bahwa dewa-dewa mereka palsu semata. Sudah tentu tidak ada alamat lahir daripada ketakutan kaum kafir dan musyrik. Mereka masih terus memuja patung-patung, sebagai kebiasaan nasionalnya. Tetapi semangat dan jiwa mereka telah patah. Pada lahirnya mereka hidup sebagai musyrik dan kafir, dalam bathinnya menggemalah jauh dalam hati Lailaha illallah.
Beberapa Pertanyaan
- Apakah sebab-sebabnya terjadi pengepungan kepada Banu Quraidzah oleh orang-orang Islam?
- Bagaimanakah sambutan orang-orang Yahudi terhadap delegasi Ali?
- Apakah sifatnya keputusan Rasulullah SAW terhadap orang-orang Banu Quraidzah?
- Dan bagaimana pula sifat keputusan dari Sa’ad?
- Dapatkah dijadikan Rasulullah SAW bertanggungjawab terhadap keputusan Sa’ad, mengenai hukuman pada orang-orang Banu Quraidzah?
- Bagaimanakah sikap umat Islam terhadap kaum kafir dan musyrik sehabis perang Chandaq?
- Terangkanlah mengapa umat Islam perlu melakukan serangan ofensif kepada kaum kafir dan kaum musyrik selanjutnya!
X. SERANGAN ORANG-ORANG YANG TIDAK TERATUR
Orang-orang suku Arab setelah kembali dari peperangan Chandaq memang agak lesu perasaannya, tetapi belumlah putus asa mereka untuk menghancurkan Islam. Meskipun tidak berhasil merebut kota Medinah, masih ada harapan mereka mengalahkan tentara Islam pada suatu kali. Lebih-lebih jumlah mereka yang jauh lebih besar dari orang-orang Islam tentulah akan memberikan kesempatan suatu waktu berhadapan lagi dengan laskar Islam.
Lagi pula dengan amat gampang dapat mereka mengganggu, menganiaya dan membunuh seseorang muslim. Dan dengan cara begitulah orang-orang musyrikin dapat menghilangkan dari hatinya sesuatu perasaan, oleh karena berkali-kali telah kalah melawan orang-orang Islam.
Itulah sebabnya, tidak lama sesudah habis perang Chandaq, merekapun mulai menyerang orang-orang Islam disekitar Medinah. Orang-orang kafir itu merampas unta dan menculik seorang perempuan Islam serta melarikan pula barang rampasan lain. Perempuan Islam itu akhirnya dapat juga melarikan diri, tetapi sejumlah hewan dapat mereka rampas. Golongan kafir ini masuk qabilah Fasarah. Sebulan kemudian, segolongan qabilah Ghathafan menyerang dari arah Utara, dengan maksud merampas pula beberapa puluh unta orang Islam.
Nabi Muhammad SAW lalu mengutus Muhammad bin Maslamah dengan sepuluh sahabat yang lain untuk melindungi gembalaan unta, kepunyaan orang Islam itu. Orang suku Ghathafan itu melibat orang-orang Islam dalam perkelahian, sehingga tewaslah mereka semua, kecuali Muhammad bin Maslamah yang jatuh pingsan. Dia kembali ke Medinah dan memberikan laporan lengkap kepada Rasulullah SAW.
Begitu pula beberapa hari kemudian, suku Arab dari qabilah Djudham menyerang delegasi Rasulullah SAW ke ibu kota ke Maharajaan Romana. Tidak berapa lama kemudian, Banu Fasarah menyerang pula kafilah dagang Islam dan melarikan barang dagangan itu.
Orang-orang Yahudi yang berkediaman di Chaibar juga mempunyai maksud akan membalas demdam terhadap perlakukan orang-orang Islam pada orang-orang Yahudi. Mereka pergi menghasut berbagai suku Arab dan opsir-opsir ke Maharajaan Romana di tapal batas.
Tegasnya, nyatalah kesulitan-kesulitan yang dihadapi umat Islam sehari demi sehari, tetapi nabi Muhammad SAW belum mengambil keputusan pasti untuk menghadapi serangan-serangan yang tidak teratur daripada kaum kafir dan musyrik itu. Beliau berfikir, agaknya pemimpin suku-suku Arab boleh dijadi suatu waktu akan mengusulkan perdamaian, sehingga dengan demikian akan terciptalah keamanan di seluruh tanah Arab. Selama waktu ini Rasulullah SAW menlihat kasyaf sebagai disebutkan dalam Al Qur’an.
Rasulullah SAW berangkat ke Mekkah dengan 1500 muslim
“Sesungguhnya Allah telah menyempurnakan ru’jah Rasul-Nya dengan benar. Tentulah kau akan memasuki Masjidil Haram InsyaAllah dalam keadaan aman. Cukurlah rambutmu dengan tidak usah takut-takut. Tetapi Allah mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. Dan telah diatur-Nya bagimu disamping itu kemenangan yang sudah hamper sekal kamu” (Al Fathr ayat 28).
Tegasnya, Allah Subhanahu wa ta’ala telah memutuskan, supaya orang-orang Islam masuk ke daerah Ka’bah di Makkah dengan keadaan aman, seraya mencukur kepala mereka. Tetapi orang-orang Islam tidak mengetahui, bagaimanakah mungkin terjadinya kasyaf Rasulullah SAW itu, sebab belum ada perdamaian dengan orang-orang Quraisyi. Lagi pula dalam ayat Qur’an itu disebutkan dengan tersirat bahwa orang-orang Islam tidak boleh membawa senjata sewaktu tawaf di Makkah.
Nabi Muhammad SAW sendiri mula-mulanya ragu tentang bakal terwujudnya kasyaf itu, oleh sebab disebutkan didalamnya: Fathun qarib’un yakni kemenangan yang hamper sekali, dijanjikan kepada umat Islam.
Demikianlah dalam keadaan ragu, Rasulullah SAW merencanakan berangkatnya umat Islam kea rah Ka’bah di Makkah. Nabi menguraikan kasyafnya itu dan menyerukan kepada orang-orang Islam mengadakan persiapan. Rasulullah SAW berkata: Kita hanyalah pergu untuk melakukan tawaf di Ka’bah. Dan tidak akan menantang atau melawan murusuh. Demikianlah dalam bulan Februari tahun 628M 1500 umat Islam, dipimpin oleh Rasulullah SAW berangkat kearah Makkah.
129
Memang belum pernah dilihatkan di dalam pertempuran dimanapun pada waktu itu. Dengan cara demikianlah Chalid dapat menyelamatkan tentara Islam, dank arena musuh menarik diri, maka Chalidpun mengendalikan tentaranya balik kembali ke Medinah.
130
Rasulullah SAW ada menerima wahyu mengenai pertempuran di Mu’tah itu. Dikumpulkannya orang-orang Islam di dalam masjid, dan waktu beliau hendak berdiri berbicara, keluarlah air mata beliau. Rasulullah SAW bersabda: “Ingin saya menceritakan kepada kamu, tentang tentara yang bergerak ke tapal batas Siria. Tentara Islam dapat menahan serangan-serangan musuh, meskipun banyak yang tewas dari mereka. Mulanya Zaid, kemudian Dja’far dan akhirnya Abdullah bin Rawahah yang memegang panji-panji. Ketiga-tiganya tewas seorang demi seorang, dengan keberanian yang luar biasa. Doakanlah bagi merek itu. Sesudah mereka maka panji-panji di pegang oleh Chalid ibn Al Walid. Dia telah mengangkatt dirinya sendiri menjadi panglima perang. Dia adalah pedang diantara pedang-pedang Allah. Maka dapatlah dia menyelamatkan laskar Islam dan kembali ke Medinah”.
Lukisan Rasulullah SAW mengenai Chalid menjadi masyhur. Chalid sejak itu disebutkan sebagai Shaifullah, yakni pedang Allah. Oleh sebab Chalid baru masuk Islam, sering pula dia disertai oleh orang-orang Islam lain. Pada suatu kali Chalid dan Abdurrahman bin ‘Auf sedang bertikai-tikai mengenai suatu hal. Abdurrahman bin ‘Auf lalu menyampaikan pertikaian mereka kepada Rasulullah SAW.
“Rasulullah SAW memanggil Chalid dan berkata kepadanya: Chalid kau kesalkan hati seorang yang telah berbaikti kepada Islam dari sejak zaman Badr. Kukatakan kepadamu, bahwa jika kau berikan emas seberat bukit Uhud untuk kebaktian-kebaktian kepada Agama Islam, tidaklah kau akan beroleh karunia Ilahi sebanyak Abdurrahman”
Tetapi mereka mencerca saja, kata Chalid, dan saya haruslah menjawab. Maka Rasulullah SAW kepada orang Islam lainnya: “ janganlah cerca Chalid. Dia adalah pedang diantara pedang-pedang Allah, yang tetap akan terhunus terhadap kaum kafir”.
Lukisan Nabi ini mengenai Chalid ibn al Walid memang akan sempurna beberapa tahun kemudian, bahkan ucapan-ucapan Nabi itu adalah profesi perjuangan-perjuangan Islam untuk masa yang akan datang.
Sekembalinya Chalid ibn al Walid dengan tentaranya di Medinah ada beberapa orang Islam yang mengatakan, bahwa sebenarnya mereka kurang semangat, oleh sebab tidak mati syahid semuanya. Rasulullah SAW membatalkan kritik-kritik itu dengan mengatakan, bahwa Chalid dan prajurit-prajuritnya bukanlah kurang semangat, mereka adalah prajurit-prajurit yang berkali-kali dating kembali untuk mengadakan serangan.
Beberapa Pertanyaan
- Apakah yang menyebabkan pertempuran Mu’tah?
- Cobalah saudara lukiskan perbandingan kekuatan tentara Islam dengan laskar Nasrani di pertempuran Mu’tah?
- Ketiga pahlawan dan panglima perang Islam yang tewas adalah ……………
- Siapakah yang memimpin laskar Islam sesudah ketiga orang ini tewas?
- Siasat apakah yang dilakukan beliau dan apakah namanya cara peperangan demikian?
- Apakah nama julukan yang diberikan oleh Rasulullah SAW kepadanya?
- Bagaimana Rasulullah SAW mengetahui tentang jalan peperangan di Mu’tah Itu?
XIX. RASULULLAH SAW BERGERAK KE MAKKAH DENGAN 10.000 PENGIKUT
(VIII SS.H DESEMBER 629M)
Dalam tahun ke VIII Hijrah pada bulan Ramadhan, bersesuaian dengan bulan Desember tahun 629 Masehi, Rasulullah SAW mengadakan gerakan ketentaraan, yang akan menetapkan Islam dengan pasti diseluruh tanah Arab. Di Hudaibiyah, telah disetujui antara orang-orang Islam dengan orang-orang Quraisyi, bahwa suku-suku Arab boleh menggabungkan diri kepada kaum musyrik Makkah atau kepada orang-orang Islam. Juga telah disepakati, bahwa selama 10 tahun kedua golongan itu tidak akan berperang, jika salah satu golongan tidak merusakkan perjanjian, dengan jalan menyerang golongan yang lain. Maka oleh syarat-syarat perdamaian inilah, Banu Bakr menggabungkan diri kepada orang-orang Makkah, sedangkan suku Chuzha’ah bersekutu dengan orang-orang Islam. Kaum kafir Arab memang selamanya tidak menjaga benar-benar perjanjian, lebih-lebih dengan orang-orang Islam.
Begitulah pada satu kali, terjadi pertikaian antara Banu Bakr dan suku Chuza’ah. Maka banu Bakr ini bermusyawarat dengan orang-orang Mekkah, bagaimana menyelesaikan pertikaian mereka dengan suku Chuza’ah. Mereka mengemukakan, bahwa perjanjian Hudaibiyah telah ditandatangani. Sebaliknya suku Chuza’ah merasa aman, karena ada perjanjian persekutuan dengan nabi Muhammad SAW.
143
“Kebenaran telah datang dan kebatilan telah hilang. Sesungguhnya cepatlah lenyap kepalsuan”. Ayat ini telah diwahyukan kepada Rasulullah SAW sebelum beliau hijrah ke Medinah, dan menjadi bagian surah Bani Israil. Dalam surat ini dikatakan lebih dahulu tentang hijrah Rasulullah SAW dan bakal jatuhnya Makkah. Tegasnya surah itu diturunkan di Makkah.
Ayat-ayat yang memuat profesi tentang hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah dan dapat direbutnya Makkah, ialah sebagai berikut: “ Dan katakanlah: Hai Tuhanku, jadikanlah aku masuk dengan cara yang baik dan jadikanlah kepergianku dengan cara yang baik pula. Dan berikanlah kepadaku kekuasaan daripada-Mu, yang akan menolongku, sesungguhnya kepalsuan lenyap dengan cepatnya!” (Surat Israil ayat 81-82).
Jatuhnya Mekkah ini, dikatakan disini lebih dahulu dalam bentuk doa yang diajarkan kepada nabi Muhammad SAW. Kepada nabi diajarkan mendoa untuk masuk kembali ke Makkah, sesudah keluar dari padanya, dengan cara yang sebaik-baiknya dan akhirnya doa akan beroleh bantuan Tuhan, untuk beroleh kemenangan atas kepalsuan. Tegasnya profesi itu telah sempurna. Lagi pula bacaan surah Al Fath oleh Abu Bakar, adalah pada tempatnya. Surah itu menggiatkan orang-orang Islam dan memperingatkan kepada orang Makkah, bahwa akan sia-sialah pertentangan mereka kepada Tuhan dan agama Islam, dan bagaimana sempurnanya janji-janji Allah Subhanahu wata’ala kepada Rasul-Nya.
Dengan jatuhnya Makkah, maka Ka’bahpun dikembalikan kepada fungsinya yang sejati. Yang telah didirikan ribuan tahun terdahulu oleh Nabi Ibrahim as yakni ka’bah semata-mata diuntukkan bagi pujaan untuk Tuhan Yang Maha Esa. Patung-patungnya telah dipecahkan, salah satu daripadanya ialah Hubal. Bila Rasulullah SAW menggulingkan Hubal jatuh ke tanah dan pecah berkeping-keping, maka Zubairpun memandang kepada Abu Syufyan dan seraya agak tersenyum-senyum, diperingatkannya peristiwa perang Uhud. “Ingatkah pada waktu itu orang-orang Islam luka-luka parah dank au melukai mereka dengan berteriak, kemenangan bagi Hubal? Apakah benar-benar Hubal pada hari itu memberikan kemenangan kepadamu? Andaikata Hubal, dapatlah kau lihat sekarang akhirnya?
menjadi petunjuk kepada kita, bahwa latar belakang peperangan banyaklah sifatnya.
Selanjutnya kita akan memperhatikan, bagaimanakah usaha agama Islam mencegah atau sekurang-kurangnya mempersedikit adanya peperangan. Juga kita akan mempelajari bagaimanakah hukum-hukum Qur’an mengenai peperangan sebagai yang telah dibuktikan oleh Nabi Muhammad SAW, para khalifah dan pahlawan-pahlawan Islam lainnya. Hanyalah dengan cara demikian akan kita peroleh gambaran yang terang dan benar tentang jihad dalam Islam.
================
Beberapa pertanyaan
- Sebutkanlah oleh saudara beberapa sebab yang menimbulkan peperangan!
- Apakah sebabnya menurut saudara, Jepang telah menggerakkan pasukan-pasukannya ke daerah Asia Timur dan Asia Tenggara?
- Apakah latar belakang fitrah manusia hendak berperang?
- Mungkinkah timbul peperangan karena soal-soal dan paham-paham agama?
- Dapatkah saudara memberikan beberapa contoh?
- Apakah sebabnya terjadi repolusi?
- Bagaimana sikap Islam terhadap penghormatan kepada agama-agama lain?
Dengan nama Allah, Maha Pemurah lagi Penyayang,
Segala puja bagi Allah, Tuhan sekalian alam,
Maha Pemurah, lagi Maha Penyayang,
Yang memiliki Hari Kemudian,
Engkaulah semata kami sembah
Dan kepada Engkaulah kami pinta bantuan
Tuntunlah kami di jalan yang benar,
Jalan mereka yang telah Engkau limpahi karunia,
Bukanlah jalan mereka yang Engkau marahi,
Dan bukan pula yuang sesat kesasar.